makalah hematologi: Sepsis



HEMATOLOGI
SEPSIS
Dosen Pembimbing : Ns. Deny Harianto

Disusun Oleh :
Hematologi (Penyakit Sepsis)
1.      Catarina Dirsia(16012)
2.      Erni Indah Sari(160)
3.      Ira Safira(16025)







AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKARTA TAHUN AKADEMIK
2016-2017








A.    DEFINISI
Istilah awam untuk sepsis adalah keracunan darah, yang juga digunakan untuk menggambarkan septikemia. Sepsis mencakup spektrum penyakit yang berkisar dari keluhan seperti demam, menggigil, malaise, tekanan darah rendah, dan perubahan status mental. sampai gejala disfungsi organ dan syok.
Sepsis disebabkan oleh kehadiran bakteri (bakteremia) dan organisme pernginfeksi lainnya atau racun dalam darah (septikemia) atau pada jaringan lain dari tubuh. Sistem kekebalan tubuh mengakibatkan terbentuknya bekuan-bekuan kecil darah yang dapat menghalangi aliran darah ke organ vital. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan organ.
Sepsis terutama menyerang bayi, orang tua dan orang-orang dengan sistem kekebalan yang lemah, meskipun juga dapat terjadi pada orang dewasa muda yang sehat.
Sepsis didefinisikan sebagai keadaan klinis yang ditandai oleh sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) disertai adanya bakteri pathogen (infeksi) yang ditemukan melalui kultur atau pewarnaan gram dari spesimen tubuh sepertidarah, sputum, feses, urin dan spesimen tubuh lainnya atau ditemukan fokus infeksi seperti luka dengan pus purulen atau adanya udara bebas pada rongga abdomen yang ditemukan pada saat operasi yang berasal dari saluran penceraan. (Jurnal Kardiol Indonesia. 2010;31:178).
Sepsis neonatorum adalah sindroma klinis dari kelainan sistemik yang disebabkan oleh bakteremia pada umur 28 hari pertama (Bobak, 2005)..

B.     Patofisiologi Sepsis 
a.    Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu :
Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma
b.    Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau “port de entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes genitalis, candida albican dan gonorrea).
c.    Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial, infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.

C.    Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.


Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1)      Infeksi paru-paru (pneumonia)
2)      Flu (influenza)
3)      Appendiksitis
4)      Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5)      Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6)      Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7)      Infeksi pasca operasi
Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis. Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi.   
Tanda dan Gejala
a.       Tanda dan Gejala Umum
1)      Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal.
2)      Aktivitas lemah atau tidak ada
3)      Tampak sakit
4)      Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu.
b.      Sistem Pernafasan
1)      Dispenu
2)      Takipneu
3)      Apneu
4)      Tampak tarikan otot pernafasan
5)      Merintik
6)      Mengorok
7)      Pernapasan cuping hidung
c.       Sistem Kardiovaskuler
1)   Hipotensi
2)   Kulit lembab dan dingin
3)      Pucat
4)      Takikardi
5)      Bradikardi
6)      Edema
7)      Henti jantung
d.      Sistem Pencernaan
1)      Distensi abdomen
2)      Anoreksia
3)      Muntah
4)      Diare
5)      Hepatomegali
e.       Sistem Saraf Pusat
1)      Refleks moro abnormal
2)      Intabilitas
3)      Kejang
4)      Hiporefleksi
5)      Tremor
6)      Koma
7)      Pernafasan tidak teratur
f.       Hematologi
1)      Ikterus
2)      Petekie
3)      Purpura
4)      Perdarahan
5)      Splenomegali
6)      Pucat

D.    Komplikasi
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
1) Cedera paru akut (acute lung injury) 
dan sindrom gangguan fungsi respirasi akut (acute respiratory distress syndrome) Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama pada paru. Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas, mempermudah timbulnya kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil akhir gangguan fungsi respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul pada banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan biasanya mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru bilateral yang konsisten dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada mulanya tidak memerlukan ventilasi mekanik selanjutnya mungkin memerlukannya jika pasien mengalami ALI/ ARDS setelah resusitasi cairan.

2) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) 

Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral umpan balik dimana kedua sistem diaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baru terbentuk, lalu diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien berisiko mengalami komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan. Timbulnya koagulopati pada sepsis berhubungan dengan hasil yang lebih buruk.

3) Gagal jantung


 
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung molekul inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis memberikan beban kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu sindroma koronaria akut (ACS) atau infark miokardium (MCI), terutama pada pasien usia lanjut. Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor (yang paling sering menyebabkan takikardia) harus digunakan dengna berhati-hati bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak dianjurkan.

4) Gangguan fungsi hati 
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi sintetik biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien mempunyai status hemodinamik yang tidak stabil dalam waktu yang lama.
5) Gagal ginjal 
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya gagal ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria, azotemia, dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung berat atau ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai, maka selanjutnya terapi penggantian fungsi ginjal (misalnya hemodialisis) diindikasikan.

6) Sindroma disfungsi multiorgan 
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan untuk mempertahankan homeostasis.
a)   Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung oleh infeksi atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal, gangguan fungsi jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat. 
b)   Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau ARDS pada keadaan urosepsis.
7)Meningitis (peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang belakang)
8) Gangguan metabolic
9)Pneumonia (penyakit radang paru-paru)













E.     Pathways


F.     Manifestasi klinis
Perjalanan sepsis akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai dengan bakteremia selanjutnya berkembang menjadi systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan berakhir pada multiple organ dysfunction syndrome (MODS).
Sepsis dimulai dengan tanda klinis respons inflamasi sistemik (yaitu demam, takikardia, takipnea, leukositosis) dan berkembang menjadi hipotensi pada kondisi vasodilatasi perifer (renjatan septik hiperdinamik atau “hangat”, dengan muka kemerahan dan hangat yang menyeluruh serta peningkatan curah jantung) atau vasokonstriksi perifer (renjatan septik hipodinamik atau “dingin” dengan anggota gerak yang biru atau putih dingin). Pada pasien dengan manifestasi klinis ini dan gambaran pemeriksaan fisik yang konsisten dengan infeksi, diagnosis mudah ditegakkan dan terapi dapat dimulai secara dini.
Pada bayi dan orang tua, manifestasi awalnya kemungkinan adalah kurangnya beberapa gambaran yang lebih menonjol, yaitu pasien ini mungkin lebih sering ditemukan dengan manifestasi hipotermia dibandingkan dengan hipertermia, leukopenia dibandingkan leukositosis, dan pasien tidak dapat ditentukan skala takikardia yang dialaminya (seperti pada pasien tua yang mendapatkan beta blocker atau antagonis kalsium) atau pasien ini kemungkinan menderita takikardia yang berkaitan dengan penyebab yang lain (seperti pada bayi yang gelisah). Pada pasien dengan usia yang ekstrim, setiap keluhan sistemik yang nonspesifik dapat mengarahkan adanya sepsis, dan memberikan pertimbangan sekurang kurangnya pemeriksaan skrining awal untuk infeksi, seperti foto toraks dan urinalisis.
Pasien yang semula tidak memenuhi kriteria sepsis mungkin berlanjut menjadi gambaran sepsis yang terlihat jelas sepenuhnya selama perjalanan tinggal di unit gawat darurat, dengan permulaan hanya ditemukan perubahan samar-samar pada pemeriksaan. Perubahan status mental seringkali merupakan tanda klinis pertama disfungsi organ, karena perubahan status mental dapat dinilai tanpa pemeriksaan laboratorium, tetapi mudah terlewatkan pada pasien tua, sangat muda, dan pasien dengan kemungkinan penyebabperubahan tingkat kesadaran, seperti intoksikasi.
Penurunan produksi urine (≤ 0,5ml/kgBB/jam) merupakan tanda klinis yang lain yang mungkin terlihat sebelum hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan dan seharusnya digunakan sebagai tambahan pertimbangan klinis.



G.    Penatalaksanaan
1)      Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik,  terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons imun maladaptifhost terhadap infeksi.
1)      Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).  
Pertimbangan utama untuk perawatan sepsis adalah:
-  Diagnosis dan identifikasi patogen dengan cepat.
-   Identifikasi  dengan cepat sumber infeksi
-   Memulai terapi antimikroba yang agresif
-   Penyediaan sokongan untuk kardiovaskular dan pulmonal
-   Pertimbangan terapi metabolik dan terapi pendukung

1. Terapi Antimikroba
a.       Terapi antimikroba agresif dan diberikan secepatnya sangat penting
b.      Jika dicurigai adanya sepsis yang serius, ,penggunaan kombinasi antimikroba biasanya dianjurkan untuk memberikan efek sinergis atau aditif, untuk memperluas cakupan, dan mengurangi kemungkinan resistensi. Antibiotik yang bisa digunakan untuk perawatan empirik sepsis
c.       Jika dicurigai adanya P. aeruginosa, regimen ganda dengan penicillin antipseudomonal atau cephalosporin generasi ketiga atau keempat dan aminoglikosida dianjurkan penggunaannya.
d.      Jika aminoglikosida digunakan, dosis harian tunggal lebih disukai untuk mencapai konsentrasi puncak lebih awal pada perawatan. Pemberian dosis tunggal harian sebaiknya tidak diberikan pada pasien anak, pasien luka bakar, pasien hamil, pasien dengan disfungsi renal, atau pasien yang membutuhkan aminoglikosida untuk efek sinergis terhadap patogen gram positif. (Beale, 2004).

2. Sokongan hemodinamik
a.       Oksigenasi jaringan yang cukup dan penjagaannya penting dalam penanganan sepsis dan tergantung pada perfusi yang cukup serta oksigenasi darah yang cukup.
b.      Resusitasi cairan dengan cepat sangat penting untuk mengatasi hipotensi pada sepsis. Targetnya adalah mengembalikan perfusi jaringan dengan memaksimalkan curah jantung dengan peningkatan preload ventrikular kiri.
c.       Pemberian cairan sebaiknya dititrasi sampai ke titik akhir klinik seperti denyut jantung, volume urin, dan tekanan darah. Ada kontroversi menganai tipe cairan yang digunakan (kristaloid vs koloid). Kristaloid isotoni, seperti 0,9% NaCl atau lactated Ringer, umum digunakan.
d.      Larutan koloid iso-oncotic (plasma dan fraksi protein plasma), seperti albumin 5% dan hetastarch 6%, memberikan keuntungan yaitu pemulihan volume intrvaskular lebih cepat dengan lebih sedikit volume yang diinfuskan, tapi tidak ada kelebihan klinik yang signifikan (Duraira, 2008)

3. Dukungan obat inotrope dan vasoaktif
Jika resusitasi cairan tidak cukup untuk menjaga perfusi jaringan, penggunaan obat inotrope dan vasoaktif diperlukan. Pemilihan dan dosis berdasar pada sifat farmakologi berbagai katekolamin dan bagaimana pengaruhnya ke parameter hemodinamik.Protokol Penggunaan Obat Inotrope dan Vasoaktif yang Dianjurkan
a.       Dopamine banyak digunakan dalam dosis rendah (1-5 μg/kg per menit) untuk meningkatkan perfusi renal dan mesenteric. Dopamine dosis sedang (10-20μg/kg per menit) bisa digunakan untuk menyokong tekanan darah.
b.      Dobutamine (dosis 2-20 μg/kg per menit) adalah agen inotropi β adrenergik yang penggunaannya disukai untuk meningkatkan curah jantung dan penyaluran oksigen. Dobutamine bisa dipertimbangkan penggunaannya pada pasien sepsis parah dengan tekanan pengisian dan tekanan darah yang cukup tapi cardiac index rendah.
c.       Norepinephrine adalah agen α adrenergik poten (0,01-3 μg/kg per menit) yang berguna pada syok septik untuk vasokontriksi perifer. Phenylephrine juga bisa berguna pada pasien dengan hipotensi yang bertahan.
d.      Epinephrine 0,1-0,5 μg/kg per menit, meningkatkan curah jantung dan menyebabkan vasokontriksi perifer. Penggunaannya disimpan untuk pasien yang gagal merespon terapi standar.
e.       Sebelum pemberian agen vasoaktif, sebaiknya dilakukan resusitasi cairan agresif. Agen vasoaktif sebaiknya tidak digunakan untuk alternatif resusitasi volume (Hollenberg, 2007).

4. Terapi tambahan
a.       Glukokortikoid bisa berguna untuk pasien dengan ARDS dan penyakti fibrotic ketika digunakan 5-7 hari setelah onset ARDS. Penggunaan rutin glukokortikoid pada pasien dengan sepsis atau syok tidak dianjurkan.
b.      Heparinisasi untuk penanganan DIC telah dianjurkan karena perdarahan paradoksikal disebabkan oleh kondisi hiperkoagulasi; tetapi, hanya ada sedikit bukti klinik yang menyebutkan heparin bisa meningkatkan keselamatan pasien.
c.       Nutrisi enteral sebaiknya diberikan secepatnya pada pasien dengan sepsis parah atau syok sepsis. (Overgrad, 2008).


2)     Eliminasi sumber infeksi
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat.
3)      Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ.

H.    KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
a.  Identitas Klien     
b. Riwayat Penyakit 
1)      Keluhan utama
2)      Riwayat penyakit sekarang    
3)      Riwayat penyakit dahulu.      
4)      Riwayat penyakit keluarga  
c.   Riwayat Tumbuh Kembang
1)      Riwayat prenatal    
Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikanpd ibu selama hamil / persalinan, persalinan dgntindakan / komplikasi. 
2)      Riwayat neonatal   
Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat tergantung kepada penyebeb ikterus itu sendiri. Bayi menderita sindrom gawat nafas, sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal, stenosis pilorus, hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan lain-lain.
d.      Riwayat Imunisasi           
e.       Pemeriksaan Fisik 
1)      Inpeksi
2)      Palpasi
3)   Perkusi
2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
a.       Hipertermi berhubungan dengan efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi, peningkatan metabolism     
b.      Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
c.       Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan kebocoran cairan kedalam intersisial       
d.      Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan terganggunya pengiriman oksigen kedalam jaringan,    
e.       Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi  
f.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun          
3.      INTERVENSI
1) Hipertermi berhubungan dengan efek endotoksin
Perubahan regulasi temperatur, dihidrasi, peningkatan metabolisme. Keadaan dimana seseorang individu mengalami peningkatan suhu tubuh diatas 37,8 C peroral atau 38,8 C perektal karena faktor external.
a.    Pantau suhu pasien
Rasional : suhu 38,9 -41,1 derajad celcius menunjukkkan proses penyakit infeksius akut
2. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen sesuai indikasi
Rasional : suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
3. Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol
Rasional : membantu mengurangi demam
4. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya aspirin, asetaminofen
Rasional : mengurangi demem dengan aksi sentral pada hipotalamus


2) Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
Suatu penurunan O2 yang mengakibatkan kegagalan untuk pemulihan jaringan pada  tingkat kapiler
1. Pertahankan tirah baring
Rasional : menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen
2. Pantau perubahan pada tekanan darah
Rasional: hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah.
3. Pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmia
Rasional : disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia
4. Kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas
Rasional : peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak
5. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral
Rasional : mempertahankan perfusi jaringan.
3) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kebocoran cairan kedalam intersisial
Cairan sangat diperlukan dalam menjaga tubuh manusia supaya tetap sehat dan merupakan salah satu bagian penting.
1. Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya
Rasional : penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal serta menyebabkan hipovolemia
2. Pantau tekanan darah dan denyut jantung
Rasional : pengurangan dalam sirkulasi volum cairan dapat mengurangi tekanan darah.
3. Kaji membrane mukosa
Rasional : hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi





4. IMPLEMENTASI
Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencanan tindakan keperawatan. (Aziz Alimul, 2009)

5. EVALUASI
1.      Suhu tubuh dalam batas normal, bebas dari kedinginan
2.      Tidak terjadi syok hipovolemik
3.      Intake cairan adekuat
4.      Frekuensi oksigen ke jaringan adekuat
5.      Menunjukan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan
6.      Tidak terjadi infeksi
7.      Pasien mengetahui, mengerti dan patuh dengan program terapeutik






B IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sepsis adalah suatu peradangan sistemik yang diakibatkan oleh infeksi. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan sepsis, diantaranya yaitu pembedahan di bagian tubuh yang terinfeksi, memasukkan benda asing ke dalam tubuh, penyalahgunaan obat terlarang yang disuntikkan, penurunan kekebalan tubuh. Sedangkan pada neonates, yaitu perdarahan; infeksi pada plasenta; ketuban pecah dini, demam pada ibu, dan lain sebagainya.

4.2 Saran
Kita sebagai calon perawat harus mengetahui apa itu sepsis, termasuk dalam hal asuhan keperawatan pada pasien sepsis. Setidaknya, kita memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang sepsis. Untuk masyarakat yang telah mengetahui tentang sepsis, sebaiknya harus menjaga kesehatan dirinya, keluarganya, dan terutama untuk ibu hamil harus memperhatikan kesehatan diriya dan bayinya.



DAFTAR PUSTAKA


Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.

Guntur, 2008; Cirioni et al., 2006.

Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al., 2007

Perawatan bayi beriko tinggi, penerbit buku kedoktoran, jakarta : EGC





makalah fraktur maxilla

SISTEM MUSKULOSKELETAL “Asuhan Keperawatan Dengan Kasus Fraktur Maxilla ” Dosen Pengajar : Rusmawati Sitorus S.Pd S.Kep MA Dis...