Makalah Anemia



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar hemoglobin  (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang (Developing countries) dan pada kelompok sosio-ekonomi rendah (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008).

Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di samping masalah-masalah gizi yang lainnya, yaitu: kurang kalori protein, defisiensi vitamin A, dan gondok endemik (Arisman, 2007). Anemia pada wanita masa nifas (pasca persalinan) juga umum terjadi, sekitar 10% dan 22% terjadi pada wanita post partum dari keluarga miskin (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan / atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah (buruk), dan kecacingan yang masih tinggi (Arisman, 2007).

Penyebab anemia gizi besi, selain karena adanya pantangan terhadap makanan hewani faktor ekonomi merupakan penyebab pola konsumsi masyarakat kurang baik, tidak semua masyarakat dapat mengkonsumsi lauk hewani dalam sekali makan. Padahal pangan hewani merupakan sumber zat besi yang tinggi absorbsinya (Waryana, 2010). Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70% mengalami anemia sedangkan di Sumatera Barat jumlah ibu hamil yang mengalami anemia sebesar 69% (Dinkes Sumbar, 2008). Dari hasil laporan Dinas Kesehatan Pasaman Barat tahun 2008 kejadian anemia pada ibu hamil adalah 19,7%, tahun 2009 sebanyak 12,5% dan tahun 2010 sebanyak 9,2%. Ibu hamil yang mengalami anemia di wilayah kerja UPTDK 3 Puskesmas Desa Baru tahun 2008 sebanyak 28,5%, tahun 2009 sebanyak 24,3% dan tahun 2010 sebanyak 21,1%.

Sebagian besar anemia di Indonesia selama ini dinyatakan sebagai akibat kekurangan besi dan perhatian yang kurang terdapat ibu hamil merupakan perdisposis anemia divisiensi di Indonesia (Saifuddin, 2006 : 281).

Tablet besi sangat diperlukan pada ibu hamil untuk pembentukan hemoglobin, sehingga pemerintah Indonesia mengatasinya dengan mengadakan pemberian suplemen besi untuk ibu hamil mulai tahun 1974, namun hasilnya belum memuaskan (Depkes, 2003). Karena Anemia gizi besi merupakan masalah gizi utama bagi semua kelompok umur dengan prevalensi paling tinggi pada ibu hamil (70%), dan pekerja yang berpenghasilan rendah (40%). Sedangkan prevalensi pada anak sekolah sekitar 30% serta pada balita sekitar 40% (Supariasa, 2002).

Berdasarkan data Rekam Medik RSUD Prof. Margono Soekarjo diperoleh data mengenai jumlah kasus anemia pada tahun 2008 sebanyak 186 kasus, 2009 sebanyak 320 kasus, 2010 sebanyak 533 kasus dan 2011 sebanyak 467 kasus. Untuk tahun 2012 sejak bulan Januari sampai dengan Mei sebanyak 132 kasus.

Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan kerjasama berbagai pihak yang dapat membantu pasien mengatasi penyakit ini baik itu keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan. Sebagai perawat, pelayanan keperawatan yang dapat kita lakukan untuk membantu menangani penyakit ini yaitu mulai dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi dalam aplikasi pelayanan keperawatan dan carring untuk memaksimalkan pencapaian tujuan dari pelayanan keperawatan. Selain itu, Peran perawat sebagai pelayanan profesional yaitu mengembangkan dan memberikan metode dan sistem pemberian asuhan keperawatan yang profesional, akurat, dan meningkatkan kualitas layanan. Salah satunya memenuhi kebutuhan aktifitas yang tepat dan akurat dalam mempertahankan

B.     Tujuan Penulisan
                                         
Dengan adanya peran perawat tersebut maka kelompok mengambil judul tersebut dengan tujuan :
1.      Tujuan umum
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang Anemia.
Untuk mengetahui Asuhan keperawatan pada klien Anemia.
2.      Tujuan khusus
a.       Dapat mengetahui Anatomi fisiologi Darah
b.      Dapat mengetahui definisi Anemia
c.       Dapat mengetahui etiologi Anemia.
d.      Dapat mengetahui Patofisiologi Anemia
e.       Dapat mengetahui manifestasi klinis Anemia
f.        Dapat mengetahui penatalaksanaan Anemia
g.      Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang Anemia
h.      Dapat mengetahui komplikasi Anemia
i.        Dapat mengetahui pathway Anemia
j.        Dapat mengetahui konsep keperawatan Anemia
k.      Dapat mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan Anemia.

C.     Sumber Informasi 

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan sistem kepustakaan yaitu dengan membaca, mempelajari, dan memahami buku dan sumber lain untuk mendapatkan hasil tentang pengertian Angina Pectoris, etiologi, anatomi fisiologi dan Asuhan keperawatan tentang Angina Pectoris. Selain itu, kelompok juga membaca dari sumber internet.




D.     Sistematika Penulisan

Bab I      pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan yang terdiri   dari tujuan umum dan tujuan khusus, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II    :  tinjauan pustaka yang terdiri dari : konsep dasar, pengertian angina pectoris, anatomi dan fisiologi jantung, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan medis, konsep keperawatan. 
BAB III :  penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran






















BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Anatomi Fisiologi 

1.      Anatomi Darah

Menurut Tarwoto (2009, hal. 313) anatomi darah manusia adalah sebagai berikut :
a.       Darah
Darah merupakan komponen esensial mahkluk hidup yang berada dalam ruang vaskuler, karena peranannya sebagai media komunikasi antar sel ke berbagai bagian tubuh dengan dunia luar karena fungsinya membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru untuk dikeluarkan, membawa zat nutrein dari saluran cerna ke jaringan kemudian menghantarkan sisa metabolisme melalui organ sekresi seperti ginjal, menghantarkan hormon dan materi-materi pembekuan darah.


b.      Karakteristik darah
Karakteristik umum darah meliputi warna, viskositas, pH, Volume dan kompisisinya; Warna, darah arteri berwarna merah muda karena banyak oksigenyang berkaitan dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Viskositas, viskositas darah 3/4 lebih tinggi dari pada viskositas air yaitu sekitar 1.048 sampai 1.066. pH, pH darah bersifat alkaline dengan pH 7.35 sampai dengan 7.45 (netral 7.00). Volume, pada orang dewasa volume darah sekitar 70 sampai 75 ml/kgBB, atau sekitar 4 sampai 5 liter darah. Komposisi, darah tersusun atas dua komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.
c.       Struktur sel darah
Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter sekitar7.5 mikron, tebal bagian tepi dan bagian tengahnya 1 mikron atau kurang. tersusun atas membran yang sangat tipis sehingga sangat mudah terjadi diffusi oksigen, karbondioksida dan sitoplasma, tetapi tidak mempunyai inti sel. Sel darah merah matang mengandung 200-300 juta hemoglobin (terdiri hem merupakan gabungan protoporfirin dengan besi dan globin adalah bagian dari protein yang tersusun oleh 2 rantai alfa dan 2 rantai beta) dan enzim-enzim seperti G6PD (glucose 6 – phosphate dehydogenase).
d.      Haemoglobin
Hemoglobin adalah protein berpigmen merah yang terdapat dalam sel darah merah. Normalnya dalam darah pada laki-laki 15,5g/dl dan pada wanita 14,0g/dl (Susan M Hinchliff,1996). Rata-rata konsentrasi hemoglobin pada sel darah merah 32g/dl.
e.       Sel darah putih
Pada keadaan normal jumlah sel darah putih atau leukosit 5000-10000 sel/mm3. Leukosit terdiri dari 2 kategori yaitu yang bergranulosit dan yang agranulosit.
f.       Trombosit
Trombosit merupakan sel tak berinti, berbentuk cakram dengan diameter 2-5 um, berasal dari pertunasan sel raksasa berinti banyak megakariosit yang terdapat dalam sumsum tulang. Pada keadaan normal jumlah trombosit sekitar 150.000-300.000/mL darah dan mempunyai masa hidup sekitar 1-2 minggu atau kira-kira 8 hari. Trombosit tersusun atas substansi fospolifid yang penting dalam pembekuan dan juga menjaga keutuhan pembuluh darah serta memperbaiki pembuluh darah kecil yang rusak. Trombosit diproduksi di sumsum tulang kemudian sekitar 80% beredar disirkulasi darah hanya 20% yang disimpan dalam limpa sebagai cadangan.
2.    Fisiologi
a.    Transport internal
1)      Darah membawa berbagai macam substansi untuk fungsi metabolisme.
2)      Respirasi. Gas oksigen dan karbondioksida dibawah oleh hemoglobin dalam sel darah merah dan plasma, kemudian terjadi pertukaran gas di paru-paru.
3)      Nutrisi, nutrient/zat gizi diabsorpsi dari usus, kemudian dibawa dalam plasma kehati dan jaringan-jaringan lain yang  digunakan untuk metabolisme.
4)      Sekresi. Hasil metabolisme dibawa plasma kedunia luar  melalui ginjal.
5)      Mempertahankan air, elektrolit dan keseimbangan asam basa dan juga berperan dalam hemoestasis.
6)      Regulasi metabolisme, hormon dan enzim atau keduanya mempunyai efek dalam mengaktivitas metabolisme sel, dibawa dalam plasma.
b.    Proteksi tubuh terhadap bahaya mikroorganisme, yang merupakan fungsi dari sel darah putih.
c.    Proteksi terhadap cedera dan perdarahan
Proteksi terdahap respon peradangan local terhadapcedera jaringan. Pencegahan perdarahanmerupakan fungsi dari trombosit karena adanya faktor pembekuan, fibrinolitik yang ada dalam plasma.
d.   Mempertahankam temperatur tubuh
Darah membawa panas dan bersirkulasi keseluruh tubuh. Hasil metabolisme juga menghasilkan energi dalam bentuk panas.

B.     Definisi Anemia
Menurut Corwin (2009. Hal 410), Anemia adalah penurunan kuantitas sel sel darah merah dalam sirkulasi, abnormalitas kandungan hemoglobin sel darah merah, atau keduanya. Menurut Baughman, (2000. Hal 22) Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (HB) atau hematokrit (HT) dibawah normal.

Menurut Mansjoer (2000. Hal 547) menyatakan anemia defesiensi besi adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan/atau hitung ertrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila hemoglobin < 14 g/dl dan hematokrit < 41% pada pria atau hemoglobin < 12 g/dl dan hematokrit < 37% pada wanita.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa anemia adalah Anemia atau kurang darah adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal.

Menurut WHO, anemia gizi besi didefinisikan suatu keadaan dimana kadar Hb dalam darah hemotokrit atau jumlah eritrosit lebih rendah dari normal sebagai kekurangan salah satu atau lebih zat besi penting, apapun kekurangan tersebut. Batas normal kadar Hb menurut umur dan jenis kelamin adalah terlihat dalam


C.    Patofisiologi
Menurut Tarwoto (2008. Hal 43), Patofisiologi pada klien anemia ialah Zat besi masuk dalam tubuh melalui makanan. Pada jaringan tubuh besi berupa : senyawa fungsional  seperti hemoglobin, mioglobin dan enzim–enzim, senyawa besi transportasi  yaitu dalam bentuk transportasi dan senyawa besi cadangan  seperti ferritin dan hemosiderin. Besi ferri dari makanan akan menjadi ferro jika dalam keadaan asam dan bersifat mereduksi sehingga mudah untuk diabsorpsi oleh mukosa usus. Dalam tubuh besi tidak terdapat bebas terapi berikatan dengan molekul protein menbebtuk ferritin, komponen proteinnya disebut apoferritin, sedangkan dalam bentuk transport zat besi dalam bentuk ferro berikatan dengan protein membentuk transferin, komponen proteinnya disebut apotransferin, dalam darah disebut serotransferin.

Zat besi yang berasal dari makanan seperti daging, hati, telor, sayuran hiaju dan buah – buahan diabsorpsi di usus halus. Rata – rata dari makanan yang masuk mengandung 10 – 15 mg zat besi, tetapi hanya 5 – 10 % yang dapat diabsorpsi. Penyerapan zat besi ini dipengaruhi oleh faktor adanya protein hewani dan vitamin C. sedangkan yang menghambat serapan adalah kopi, the, garam kalsium dan magnesium, karena bersifat mengikat zat besi. Menurut asupan zat besi yang merupakan unsur utama pembentuk hemoglobin maka kadar/produksi hemoglobin juga akan menurun.










PATHWAY ANEMIA (Patrick Davey, 2002)


1.      Etiologi
Penyebab Anemia menurut Tarwoto (2008. Hal 36) ialah sebagai berikut:
a.    Genetik; hemoglobinopati, thalasemia, abnormal enzim glikolitik, fanconi anemia.
b.    Nutrisi; defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi cobal/vitamin B12, alkoholis, kekurangan nutrisi/malnutrisi.
c.    Perdarahan.
d.   Immunologi.
e.    Infeksi; hepatitis, cytomegalovirus, parvovirus, clostridia, sepsis gram negatif, malaria, toksoplasmosis.
f.     Obat obatan dan zat kimia; agen chemoterapi, anticonvulsant, antimetabolis, kontra sepsi, zat kimia toksik.
g.    Trombotik trombositopenia purpura dan syndrome uremik hemolitik.
h.    Efek fisik; trauma, luka bakar, gigitan ular.
i.      Penyakit kronis dan malgna; penyakit ginjal dan hati, infeksi kronis, neoplasma.

2.      Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala umum anemia disebabkan penurunan pengaturan oksigen ke jaringan tubuh dan kerusakan metabolisme serta peningkatan kebutuhan oksigen pada sistem tubuh.  Tanda dan gejala tersebut, di antaranya : Lemah dan letih. Sesak nafas, terutama adanya usaha napas. Pusing. Takikardia dan palpitasi. Angina pektoris dan gagal jantung kongestif, terutama pada lansia. Kulit dan membrane mukosa pucat, terutama membran konjungtiva. Kulit pucat sangat terlihat pada orang berkulit putih, sedangkan pada individu berkulit gelap, pucat hanya dapat di identifikasi pada membran mukosa. Pengaruh, tanda, dan gejala umum lainnya ditentukan oleh jenis anemia tertentu. Sebagai contoh, kuku ‘’ berbentuk sendok ‘’ pada seseorang yang mengalami anemia defisiensi zat besi berat (Broker 2009. Hal 122).

3.      Komplikasi
Menurut Reksodiputro (2004) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), komplikasi dari Anemia yaitu :
a.       Gagal jantung kongesif
b.      Parestesia
c.       Konfusi Kanker
d.      Penyakit ginjal
e.       Gondok
f.        Gangguan pembentukan heme
g.      Penyakit infeksi kuman
h.      Thalasemia
i.        Kelainan Jantung
j.        Rematoid
k.      Meningitis
l.        Gangguan Sistem Imun

D.    Pemeriksaan Diagnostik atau penunjang
Menurut Tarwoto (2008. Hal 40), pemeriksaan laboratorium pada klien dengan anemia adalah sebagai berikut.
a.    Hitung sel darah yaitu jumlah sebenarnya dari unsur darah ( sel darah merah, sel darah putih dan tronbosit ) dalam volume darah tertentu, dinyatakan sebagai jumlah sel per millimeter kubik ( mm3 ).
b.    Hitung jenis sel darah yaitu menentukan karakteristik morfologi darah maupun jumlah sel darah.
c.    Pengukuran hematokrit ( Hct ) atau volume sel padat, menunjukkan volume darah lengkap ( sel darah merah ). Pengukuran ini menunjukkan presentasi sel darah merah dalam darah, dinyatakan dalam mm3 / 100ml.
d.   Mean Corpuscular Hemoglobin ( MCH ) atau konsentrasi hemoglobin rata – rata adalah mengukur banyaknya hemoglobin yang terdapat dalam satu sel darah merah. MCH ditentukan dengan membagi jumlah hemoglobin dalam 100 ml darah dengan jumlah sel darah per millimeter kubik darah.
e.    Mean Corpuscular volume ( MCV ) atau volume eritrosit rata – rata merupakan pengukuran besarnya sel yang dinyatakan dalam micrometer kubik, dengan batas normal 81 – 96 um 3, apabila ukurannya kurang dari 81 mm maka menunjukkan sel – sel mikrositik, apabila lebih besar dari 96 menunjukkan sel – sel makrositik.
f.     Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration ( MCHC ) atau konsentrasi hemoglobin eritrosit rata – rata, mengukur banyaknya hemoglobin dalam 100 ml sel darah merah padat. Normalnya 30-36 g / ml darah.
g.    Hitung leukosit adalah jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah.
h.    Hitung trombosit adalah jumlah trombosit dalam 1 mm3 darah.
i.      Pemeriksaan pada sumsum tulang yaitu dengan melakukan aspirasi dan biopsy pada sumsum tulang, biasanya pada sternum, prosesus spinosus vertebra, Krista iliaka anterior atau posterior. Pemeriksaan sumsum dilakukan jika tidak cukup data – data yang diperoleh untuk mendiagnosa penyakit pada sistem hemotologik.
j.      Pemeriksaan biokimiawi, pemeriksaan untuk mengukur kadar unsur – unsur yang perlu bagi perkembangan sel – sel darah merah seperti kadar besi ( Fe ) serum, vitamin B12 dan asam folat.

E.     Penatalaksanaan Medis

a.      Anemia Karena Perdarahan
Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada perdarahan kronik diberikan transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab perdarahan. Dalam keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja yang tersedia (Keperawatan Medikal Bedah 2).

b.      Anemia Defesiensi
Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah besi cukup mempunyai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro sederhana (sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan terapi yang murah dan memuaskan. Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk yang efektif dan aman digunakan bila diperhitungkan dosis tepat, sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet penerita, dan konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500 ml/24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah karena intolerasni protein susu sapi tercegah (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1692). Anemia defesiensi  asam folat, meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapa dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi asam folat oral 1 mg/hari (Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran ; 553).

c.       Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan prednisone 1 -2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, transfuse harus diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak efektif dalam menanggulangi kelainan itu, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam periode tapperingoff dari prednisone maka dianjurkan untuk dilakukan splektomi. Apabila keduanya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi intravena (500 mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari ) mungkin mempunyai efektifitas tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini hanya sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi (Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552). Anemia hemolitik karena kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara terapi yang paling penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk hiperbillirubenemia pada neonates. Transfuse eritrosit terpapar diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia terus menerus berat atau jika diperlukan transfuse yang sering, splektomi harus dikerjakan setelah umur 5 – 6 tahun ( Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1713). Sferositosis herediter. Anemia dan hiperbilirubenemia yang cukup berat memerlukan fototerapi atau transfuse tukar, karena sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh limfa, maka splektomi melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini. Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak, meningkatkan fragilitas osmotic, tetapi anemia retikalositosis dan hiperbilirubinemia membaik (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia. Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Transfuse darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan atau lemah. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion chelating agent, yaitu Desferal secara intramuscular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak lebih dari 2 tahun sebelum didapatkan tanda hiperplenome atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak, maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi biasanya frekuensi transfuse darah menjadi jarang. Diberikan pula bermacam – macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi merupakan indikasi kontra (Keperawatan Medikal Bedah 2).
Klasifikasi dari Anemia
Menurut Mansjoer (2000. Hal 547) Anemia terbagi kedalam beberapa kategori yaitu :
a.    Anemia mikrositik hipokrom dibagi atas dua bagian yaitu;
1)   Anemia defisiensi besi; Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
2)   Anemia penyakit kronis; Penyakit kronis sering menyebabkan anemia, terutama pada penderita usia lanjut. Keadaan-keadaan seperti infeksi, peradangan dan kanker, menekan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. Karena cadangan zat besi di dalam tulang tidak dapat digunakan oleh sel darah merah yang baru, maka anemia ini sering disebut anemia penggunaan ulang zat besi
b.    Anemia makrositik dibagi kedalam dua bagian yaitu;
1)      Defisiensi vitamin B12; kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik kekurang B12 akibat faktor instrinsik terjadi karena gangguan karena gangguan absorbsi vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun. Kekurangan vitamin B12 karena faktor instrinsik ini tidak dijumpai diindonesia. Yang lebih sering dijumpai di Indonesia adalah penyebab instrinsik karena kekurangan masukan vitamin B12 dengan gejala-gejala yang tidak berat.  
2)      Defisiensi asam folat; asam folat terutama terdapat dalam daging, susu dan daun daun yang hijau umumnya berhubungan dengan mal nutrisi.
c.    Anemia karena perdarahan; anemia pendarahan terbagi atas pendarahan akut dan pendarah kronis.
d.   Anemia hemolitik; pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120 hari) baik sementara atau terus menerus.
e.    Anemia aplastik; terjadi karena ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah.























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.  Konsep Asuhan Keperawatan
Menurut Doengoes (2000. Hal 569) asuhan keperawatan pada klien dengan anemia meliputi pengkajian, diagnosa dan perencanan adalah sebagai berikut :
1.      Pengkajian Anemia
a.       Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produtivitas, penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.
b.      Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, mis; perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB); angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD ; peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postural. Distrimia; Abnormalis EKG, mis; depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung ; murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna): pucat pada kulit dan menbran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir)dan dasar kuku. (Catatan; pada pasien kulit hitam, pucat tampak sebagai keabu abuan); kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA). Sklera: Biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokontriksi kompensasi). Kuku; mudah patah, berbentuk seperti sendok (koikologikia) (DB). Rambut; kering, udah putus, menipis; tumbuh uban secara premature (AP).


c.       Integritas ego
Tanda : keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, mis; penolakan transfuse darah.
Gejala : depresi.
d.      Eleminasi
Gejala : riwayat piclonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemasis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine
Tanda ; distensi abdomen.
e.      Makanan/cairan
Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukkan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.


f.       Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin. Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
g.      Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen: sakit kepala (DB)
h.      Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i.       Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.


2.    Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Pada Penderita Anemia
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko  perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (a Carpenito, 2000).
Gordon (1976) mendefinisikan bahwa diagnosa keperawatan adalah “masalah kesehatan actual dan potensial dimana perawat berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, dia mampu dan mempunyai kewenangan untuk memberikan tindakan keperawatan”. Kewanangan tersebut didasarkan pada standar praktek keperawatan dan etik keperawatan yang berlaku di Indonesia
NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah ”keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat”.
Semua diagnosa keperawatan harus didukung oleh data, dimana menurut NANDA diartikan sebagai ”defenisi karakteristik”. Definisi karakteristik tersebut dinamakan ”Tanda dan gejala”, Tanda adalah sesuatu yang dapat diobservasi dan gejala adalah sesuatu yang dirasakan oleh klien.
Diagnosa keperawatan menjadi dasar untuk pemilihan tindakan keperawatan untuk mencapai hasil bagi anda, sebagai perawat, yang dapat diandalakan(NANDA Internasional, 2007)
Diagnosa keperawatan berfokus pada, respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan dibandingkan dengan kejadian fisiologis, komplikasi, atau penyakit.
Tujuan Pencatatan Diagnosa Keperawatan
a.     Menyediakan definisi yang tepat yang dapat memberikan bahasa yang sama dalam memahami kebutuhan klien bagi semua anggota tim pelayanan kesehatan.
b.    Memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan apa yang mereka lakukan sendiri, dengan profesi pelayanan kesehatan yang lain, dan masyarakat.
c.    Membedakan peran perawat dari dokter atau penyelenggara pelayanan kesehatan lain.
d.    Membantu perawat berfokus pada bidang praktik keperawatan.
e.    Membantu mengembangkan pengetahuan keperawatan.

Menurut Kozier et al. (1995) perencanaan adalah sesuatu yang telah
dipertimbangkan secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah.
Dalam perencanaan keperawatan, perawat menetapkannya berdasarkan hasil pengumpulan data dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk dalam membuat tujuan dan asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan, atau mengeliminasi masalah kesehatan klien.
Langkah-langkah dalam membuat perencanaan keperawatan meliputi: penetapan prioritas, penetapan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan, menentukan intervensi keperawatan yang tepat dan pengembangan rencana asuhan keperawatan. Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan secara spesifik, perawat menggunakan kemampuan berfikir kritis untuk segera menetapkan prioritas diagnosa keperawatan dan intervensi yang penting sesuai dengan kebutuhan klien (Potter & Perry, 1997).
Penetapan prioritas bertujuan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan yang sesuai dengan berbagai masalah klien (Carpenito, 1997). Penetapan prioritas dilakukan karena tidak semua masalah dapat diatasi dalam waktu yang bersamaan. Salah satu metode dalam menetapkan prioritas dengan mempergunakan hirarki kebutuhan menurut Maslow. Prioritas dapat diklasifikasi menjadi tiga tingkatan, antara lain high priority, intermediate priority, dan low priority. Dalam menetapkan prioritas perawat juga harus memperhatikan nilai dan kepercayaan klien terhadap kesehatan, prioritas klien, sumber yang tersedia untuk klien dan perawat, pentingnya masalah kesehatan yang dihadapi, dan rencana pengobatan medis.
Diagnosa keperawatan klien dan penetapan prioritas membantu dalam menentukan tujuan keperawatan. Tujuan adalah petunjuk untuk menyeleksi intervensi keperawatan dan kriteria hasil dalam mengevaluasi intervensi yang telah diberikan (McCloskey & Bulechek, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Evaluasi kritis perawat dalam menetapkan tujuan dan ukuran hasil yang diharapkan ditekankan pada diagnosa, masalah yang mendesak, dan sumber-sumber klien serta sistem pelayanan keperawatan (Bandman & Bandman, 1995, dalam Potter & Perry, 1997).
Tujuan penulisan rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil yang diharapkan adalah: 1) Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan merupakan petunjuk untuk intervensi keperawatan pada individu. 2)Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan menentukan efektivitas dari intervensi keperawatan.
Dalam penulisan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan terdapat beberapa petunjuk, antara lain:
1) Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan,
2) Merupakan hasil akhir yang ingin dicapai.
3) Mencakup kriteria hasil yang merupakan dasar untuk melakukan evaluasi.
4) Berpusat pada klien.
5) Terlihat/ dapat diamati.
6) Dapat diukur.
7) Adanya batasan waktu.
8) Realistik.
Strategi intervensi keperawatan berhubungan dengan diagnosa keperawatan spesifik yang ditetapkan perawat untuk mencapai tujuan perawatan klien dan kriteria hasil. Intervensi keperawatan yang spesifik harus berfokus dalam mengeliminasi atau menurunkan etiologi (penyebab) dari diagnosa keperawatan, dan sesuai dengan pernyataan tujuan serta kriteria hasil. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan rencana intervensi keperawatan adalah: 1) Mengidentifikasi alternatif tindakan. 2) Menetapkan dan menguasai teknik serta prosedur keperawatan yang akan dilakukan. 3) Melibatkan klien dan keluarganya. 4) Melibatkan anggota tim kesehatan lainnya. 5) Mengetahui latar belakang budaya dan agama klien. 6) Mempertimbangkan lingkungan, sumber, dan fasilitas yang tersedia. 7) Memperhatikan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku. 8) Harus dapat menjamin rasa aman klien. 9) Mengarah pada tujuan dan kriteria hasil yang akan dicapai. 10) Bersifat realistik dan rasional. 11) Rencana tindakan disusun secara berurutan sesuai prioritas.
Demikian juga dalam tehnik penulisan rencana intervensi keperawatan, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh perawat antara lain:
1)
Kalimat yang ditulis harus berupa kalimat instruksi, berfungsi untuk menjelaskan tindakan yang akan dilakukan. Instruksi dibuat secara ringkas, tegas, tepat dan kalimat mudah dimengerti.
2)Dapat dijadikan alat komunikasi antar anggota keperawatan/ tim kesehatan lain untuk kesinambungan asuhan keperawatan yang akdiberikan kepada klien.
3)Memuat informasi yang selalu baru.
4)Didokumentasikan pada tempat/ kolom yang ditentukan sebagai pertanggung-jawaban dan pertanggunggugatan perawat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien.
Dalam pelaksanaan rencana keperawatan perawat memakai format yang didalamnya terdapat beberapa kolom. Kolom-kolom tersebut terdiri dari kolom diagnosa keperawatan, kolom tujuan dan kriteria hasil, dan kolom rencana intervensi keperawatan beserta rasionalnya.

Perencanaan dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukan, adapun perencanaan menurut Doengoes (2000. Hal 573) adalah sebagai berikut :

a.    Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel kemungkinan dibuktikan oleh palpitasi, angina. Kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan ramput rapuh. Ektremitas dingin, penurunan haluaran urine, mual/muntah dan distensi abdomen.
Tujuan :           Peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : Menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi:         Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku. 
Rasional:          Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
Intervensi:          Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. 
Rasional:   Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan: kontraindikasi bila ada hipotensi.
Intervensi:              Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan
 bunyi adventisius. 
Rasional:             Dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi
Intervensi:           Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Rasional :            Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
Intervensi:        Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer. 
Rasional :           Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan
Intervensi:     Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi. 
Rasional:           Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
Intervensi:           Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. 
Rasional :            Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

b.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan kemungkinan dibuktikan oleh kelemahan dan kelelahan, mengeluh penurunan toleransi aktivitas, lebih banyak memerlukan istirahat/tidur, palpitasi takikardia, peningkatan TD/respon pernapasan dengan kerja ringan.
Tujuan :              Dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil:    Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari) - menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
Intervensi:          Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional:             Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
Intervensi:          Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
Rasional :           Menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
Intervensi:          Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas. 
Rasional:             Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
Intervensi:           Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan. 
Rasional :            Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
Intervensi:          Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
Rasional:            Meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.

c.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah kemungkinan dibuktikan oleh penurunan berat badan/berat badan dibawah normal untuk usia tinggi dan bangun badan, penurunan lipatan trisep, perubahan pada gusi dan membran mukosa mulut.
Tujuan :              Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil:  Menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal. - tidak mengalami tanda mal nutrisi. - Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai. 
Intervensi:          Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai. 
Rasional:             Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
Intervensi:           Observasi dan catat masukkan makanan pasien. 
Rasional:             Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Intervensi:          Timbang berat badan setiap hari. 
Rasional:             Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
Intervensi:          Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan   diantara waktu makan. 
Rasional :            Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
Intervensi:          Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
Rasional :            Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia)
Intervensi:          Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka. 
Rasional:             Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
Intervensi:          Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet. 
Rasional:             Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
Intervensi:           Pantau hasil pemeriksaan laboraturium. 
Rasional:             Meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
Intervensi:           Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional:             Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

d.   Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
Tujuan:               Dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil: Mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal.
Intervensi:          Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi. 
Rasional:             Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
Intervensi:          Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur. 
Rasional:             Meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.
Intervensi:          Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan
Rasional:             Area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan.
Intervensi:          Bantu untuk latihan rentang gerak. 
Rasional :            Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
Intervensi:          Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air. Pelindung tumit/siku dan bantal sesuai indikasi. (kolaborasi)
Rasional:             Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.

e.    Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat kemungkinan dibuktikan oleh perubahan pada frekuensi karaktristik dan jumlah feses, mual/ muntah  dan penurunan napsu makan, gangguan bunyi usus.
Tujuan:               Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria hasil:     Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat.
Intervensi:          Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah. 
Rasional:             Membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
Intervensi:          Auskultasi bunyi usus. 
Rasional:             Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
Intervensi:          Awasi intake dan output (makanan dan cairan). 
Rasional:             Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam pengidentifikasi defisiensi diet.
Intervensi:          Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi Rasional:      Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila
Intervensi:          Hindari makanan yang membentuk gas. 
Rasional:             Menurunkan distress gastric dan distensi abdomen Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai kerusakan.
Intervensi:          Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare. 
Rasional:             Mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.
Intervensi:          Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat
Rasional:             Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
Intervensi:          Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi) 
Rasional :            Mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
Intervensi:          Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil. (kolaborasi).
Rasional:             Menurunkan motilitas usus bila diare terjadi. .

f.     Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan :              Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :    Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi. - meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
Intervensi:          Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan  
Rasional:             Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial.Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
Intervensi:          Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional:             Menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
Intervensi:          Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat. 
Rasional :            Menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
Intervensi:           Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam. 
Rasional:             Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
Intervensi:           Tingkatkan masukkan cairan adekuat. 
Rasional:             Membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
Intervensi:          Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
Rasional:            Membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
Intervensi:          Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam. 
Rasional:             Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan
Intervensi:          Amati eritema/cairan luka.
Rasional:             Indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.



3.    Implementasi keperawatan pada anemia
Menurut Carpenito (2009. Hal 57). komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada: Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan. Membantu klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri, membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia.

4.    Evaluasi pada kasus anemia
Menurut Asmadi  (2008. Hal 178) Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.  Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan criteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebalinya, kajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditunjukkan untuk : Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Menetukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28)
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
1) Infeksi tidak terjadi.
2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3)Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
4)Peningkatan perfusi jaringan.
5)Dapat mempertahankan integritas kulit.
6) Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
7) Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic








makalah fraktur maxilla

SISTEM MUSKULOSKELETAL “Asuhan Keperawatan Dengan Kasus Fraktur Maxilla ” Dosen Pengajar : Rusmawati Sitorus S.Pd S.Kep MA Dis...